Kubu Raya

Kabupaten Kubu Raya = KKR

Bupati dan Wakil Bupati

Pemimpin Kabupaten Termuda Kalimantan Barat, Lanjutkan!

Keanekaragaman KKR

Kunjungi Sekarang! = Visit now!

Satu dalam keberagaman

Kubu Raya Berseri 2012

Jumat, 08 Juni 2012

Cerpen KKR


Kabupatenku, Mata Pencaharianku
Oleh: Yunita Kusumawardani
Hewan-hewan kecil berterbangan menuju sorot lampu motor miliknya. Malam itu, di suatu jalan protokol Desa Jawa Tengah lumayan gelap, jarak lampu penerang jalan cukup jauh antara satu dan lainnya. Belum lagi di kiri kanan jalan hanya ada semak dan hutan. Wajar saja hewan-hewan kecil tadi hanya menanggapi stimulus menuju sorot lampu kendaraan yang lewat. Untung saja ia mengenakan kacamata jadi tidak perlu takut kelilipan akibat hewan yang salah alamat alias bukan menuju sorot lampu justu menuju kelopak mata pengendara yang malang.
Iapun sampai di rumahnya. Dengan perlahan-lahan ia buka pintu rumah, muncul sang ibu sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah mukanya dan mulai mengomel
“Kau darimana saja? Sudah Sarjana tak pandai mengatur waktu dan kegiatan, pasti kau mancing lagi kan?” oceh Ibunya geram.
“Bukan sekedar mancing ini Mom, tapi...” penjelasannya terhenti karena interupsi dari Ibunya.
“Mom mem mom mem...janganlah kau begaye
pakai bahasa inggris kalau kau belum dapat pekerjaan!”
Ia kecewa pada Ibunya yang kurang sabar dalam penantiannya memperoleh pekerjaan. Kadang ia juga galau kala mengingat kembali ocehan Ibunya setahun lalu,
“Kau ini salah milih jurusan, kite ni tinggal di kampong. Cobe kau dulu pilih jurusan pertanian, kali-kali bisa jadi Juragan.”
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menarik napas panjang bahwa selama ia terus berusaha mengirimkan lamaran maka kesempatan itu ibarat jodoh yang tidak akan lari kemana. Lagian Pak Mude adalah seorang sarjana Hukum, bukan sarjana Pertanian, bisa juga jadi Bupati Kubu Raya. Intinya, siapa yang mau berusaha pasti berhasil. Tuhan juga sudah menjanjikannya.
***
            “Aku pengen jadi nelayan aja Yud,”
            “Ngomong apa kau? Dasar Ababil!” sahut Yuda terkekeh.
            “Apaan Ababil?” tanyanya Heran.
            “ABG labil...Sarjana kok nggak ngerti bahasa gaul, piye toh? Kita ini mancing bukan berarti jadi neayan tapi cuma ngisi perut aja, kalo pengangguran kayak kita makan di rumah orang tua, bisa diomelin,” papar Yuda.
            “Jangan bawa-bawa Sarjana deh Yud! bikin kaek down kau ni!” Jawabnya kesal.
            “Santai kawan, keberuntungan pasti datang!”
            Tiba-tiba beberapa warga berduyun-duyun menuju suatu arah. Ia terkejut ternyata yang dituju warga untuk dilihat adalah Bule. Ia segera menghampiri bule itu dan mengucapkan salam,
            “Welcome to my village! I’m Farhan. Did u get loss here?” Sambut Farhan sambil menyalami kedua bule itu.
            “No, we waited for our guide, but he didn’t come yet here. Could you help us?” Bule itu meminta.
            “With my pleasure, what can I do for you?”
            “We come here for visiting the River Tour. We want to know more about it, could u become our guide?”
            “Of course!” Jawab Farhan dengan pe-denya.
            Farhan merasa sangat senang dengan kehadiran bule-bule ini, dia meminta Yuda untuk memberi jarak para warga agar tidak menganggu kenyamanan wisatawan asing.
            Farhan mulai menjelaskan river tour menggunakan bahasa inggris.
“Wisata sungai di sini sangat menarik, kita bisa memancing berbagai jenis ikan tawar, ada juga udang galah, serta sambil melihat-hilat keasrian hutan mangrove sekitar. Kualitas udara dan air yang bebas dari polusi semakin menambah daya tarik wisata ini.”
Bule-bule itu mengangguk-anggukan kepala dan sesekali merespon “Awesome!”
            Farhan melirik warga sekitar mulai memotret melalui kamera ponsel mereka, untuk mengabadikan gambar si bule. Farhan meminta bule itu maklum dengan respon warga yang demikian antusias.
***
            Farhan telah menyelesaikan profesi dadakannya jadi tour guide bersama bule tadi. Ia lalu menghampiri Yuda yang sedang nongkrong di wartek,
            “Yud, aku dibayar pakai Dollar ni!” ceritanya sambil menunjukkan Dollar itu.
            “Kok Cuma selembar Han?!” Respon Yuda.
            “Ini 100 dollar Yud, anggap aja Rp. 10.000 dikali 100, berapa?”
            “Wah 1 juta, hebat kau Han! Tapi macam mana kau traktik aku pake ini?”
            “Kita ke Mandiri yok!”
            “Sekarang?”
            “Yo’i!”
            Untungnya jalan Trans Kalimantan sudah mulus, sehingga hanya perlu waktu 30 menit untuk sampai di Bank Mandiri yang ada di jalan Tanjung Pur!.
            “Eh, mau kemana kau Yud?”
            “Masukl?!”
            “Itu tanda Close, berarti Banknya tutup.”
            “Jadi gimana la?”
            “Kita tanya Satpam.”
            “Maaf Pak, banknya sudah tutup ya? Kok cepat sekali?” tanya Farhan kepada Satpam di pos jaga.
            “Memang iya Mas, jam 3 sore sudah tutup.”
            “Memang belum rezeki kita Yud.” Seru Farhan.
            “Bukan begitu Han, motor kita udah kehabisan premium, aku kira kalau dapat uang kita bisa sekalian ngisi minyak.”             “Ha! Jadi gimana kita pulang? Aku nggak punya uang selain ini dollar.”
            “Meneketehe, apalagi kamek. Kita tidur di sini aja, besok banknya kan buka.”
     &nbsx;  ?    “Hush! Besok itu Minggu, Bank juga nggak bakal buka Yud. Lagian perut keroncongan mau diisi pake apa. Mancing ikan?”
            “Boleh tu, sono ada sungai dekat korem!” ajak Yuda dengan polos.
            “Gila koe!” Geram Farhan.
***
            Tirai hitam mulai menutup langin nan biru kemerah-merehan sore itu. Farhan dan Yuda hanya duduk di pinggir trotoar, berharap ada kerabat atau tetangga yang melihat kesulitan mereka.
            Tiba-tiba mobil Suzuki Swift silver berhenti di dekat mereka. Farhan dan Yuda memperhatikan penampilan orang yang turun dari mobil dari atas sampai bawah, tampak dari bawah orang tersebut hanya menggunakan sendal Swallow.
            “Ni orang kaya, pelit amat beli alas kaki?” pikir Farhan terheran-heran.
            Ia kemudian terkejut setelah melihat ke arah wajah orang itu, yang ternyata adalah Ibunya.
            “Mom, eh, Ibu! Kok bisa ada di sini?”
            “Kamu boleh panggil Ibu, Mom. Ibu nggak nyangka dengan kehebohanmu tadi siang, ini tour guide yang asli ingin mengucapkan terimakasih atas pertolongan kamu. Ibu juga yang minta dianter nyariin kamu, sebab Ibu khawatir kamu nggak pulang-pulang gara-gara uang segitu. Lagian kenapa kalian nongkrong di sini?” jelas Ibunya panjang lebar.
            “Ceritanya panjang, kita pulang dulu aja Mom. Soalnya Farhan udah capek.”
       “Maaf, mas Farhan, saya Bisma. Saya mohon maaf atas kelalain saya tadi, namun saya juga mengucapkan terimakasih atas pertolongan anda. Saya hanya ingi~ minta waktu sebentar untuk mengajak anda bergabung ke dalam perusahaan kami, bagaimana?”
          “Alhamdulillah, baiklah mas. Saya senang bekerjasama dengan anda.” Jawab Farhan sambil menjabat tangan Bisma.
     “Semoga dengan hadirnya anda di perusahaan kami menambah daya tarik wisatawan yang ingin berkunjung khususnya ke kabupaten Kubu Raya.”
            Merekapun melanjutkan perbincangan di restoran Dangau.

3 komentar:

Dwi Wahyudi mengatakan...

Wah, asyik banget tulisannya. Tinggal dipoles dan rutin menulis, Insya Allah akan terus berkembang kemampuan menulisnya. Kuncinya tetap semangat dan konsisten, that's it... :-)

Unknown mengatakan...

ya, terimaksih sarannya...
yap, semangat itu wajib!

Asep Haryono mengatakan...

Hi hi apa kabar. Masih ingat saya Kang Asep Kang Guru Indonesia. Mba yang pernah interview di Radio Volare FM kan?. Hehehe senang akhirnya bisa jumpa lagi di Gebyar ICT Kubu Raya

Menang atau kalah bukan soal. Yang penting silaturahmi, kerja sama, persahabatan, dan tukar menukar dan share ilmu jauh lebih manfaat

Tetap Semangat.

Posting Komentar